SSAS Lifetime Achievement Award Untuk Pematung Rita Widagdo

Karya Rita Widagdo di Selasar Sunaryo Art Space Jl Bukit Pakar Timur Bandung

Jumat, 26 November 2021 Selasar Sunaryo Art Space, memberikan penghargaan pencapaian seumur hidup ("Lifetime Achievement Award") kepada  Rita Widagdo 83 tahun atas dedikasi serta peran yang besar sebagai seniman dan pendidik. 

Program penghargaan pencapaian seumur hidup SSAS ini adalah yang pertama dan bukan program rutin. Penghargaan ini diberikan khusus untuk seniman yang pencapaiannya luar biasa, tidak hanya dalam inovasi saja namun juga konsistensi dalam durasi yang sangat lama. Seniman yang mendedikasikan hidupnya untuk seni 

Penghargaan yang baru pertama diberikan oleh Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) ini diberikan berdasarkan pertimbangan dari para panelis yang terdiri dari kalangan akademisi dan profesional, yaitu: I. Bambang Sugiharto, Yuswadi Saliya, Iwan Meulia Pirous, Aminudin TH Silegar, Agung Hujatnikajennong dan Sunaryo.

Para panelis menilai Rita Widagdo sangat layak mendapatkan penghargaan SSAS sepanjang hayat sebagai pendidik dan seniman.

Dalam hal ini, Rita Widagdo menunjukkan posisi yang unik dalam alur seni rupa modern Indonesia. Ia kerap ditempatkan sebagai sosok utama di antara seniman-seniman modernis dan menjadi  sosok yang sangat mempengaruhi para murid dan generasi seniman setelahnya.

Pengaruhnya sebagai tokoh pendidik membekas hingga sekarang, melahirkan murid murid seperti: Sunaryo, Nyoman Nuarta dan Jim Supangkat

Rita Widagdo di malam penganugrahan SSAS "Lifetime Achiefement Award"


Rita Widagdo lahir di Rotweill, Jerman, tahun1938. Dia menuntaskan studi Meisterschüler di Staatliche Akademie der Bildende Künste Stuttgart, Jerman tahun 1964. 

Setahun kemudian Ia pindah ke Indonesia dan mengajar di Seni Patung, Institut Teknologi Bandung.

Masa pengabdian di ITB selama 38 tahun meninggalkan warisan sistem pendidikan dasar yang menerapkan pendekatan pengamatan langsung terhadap lingkungan untuk mengasah sensibilitas terhadap unsur-unsur visual.

Rita Widagdo juga menjadi salah satu perintis yang meletakkan dasar dasar pendidikan tinggi seni rupa yang basicnya adalah bahasa bentuk. Tidak hanya memberikan pengaruh sangat besar pada dunia seni rupa, namun juga pada dunia desain, arsitektur dan kriya. 

Patung & Arsip berupa foto-foti karya Rita Widagdo di ruang-ruang publik (monumen & relief)


"Ekuilibrium"
, Keseimbangan Antara Karya dan Pikiran Rita Widagdo

Sebelum acara penganugrahan Lifetime Archievement Award, SSAS menggelar pameran  tunggal yang diberi tajuk "Ekuilibrium" - Karya dan Pikiram Rita Widagdo. Pameran yang berlangsug dari tanggal 17 September s/d 24 Desember 2021 menampilkan 10 karya patung, 8 relief, serta13 maket, catatan-catatan dan arsip yang menangkap keseluruhan  proses kreatif  Rita Widagdo sejak tahun 1960-an.  

Rita Widagdo termasuk jarang berpameran, hanya dua kali pameran  tunggal. Namun ia sangat produktif menghasilkan ratusan karya baik yang bersifat personal, yang terintegrasi dengan keperluan arsitektural hingga karya-karya seni publik.

Patung-patung monumental Rita tersebar mulai dari Rottweil, Aceh hingga Papua. Beberapa diantaranya: Dinamika dalam Gerak (1973) di Slipi, Jakarta; Continuity (1989) di Gedung Kemendikbud, Jakarta dan Tugu Parameswara (2003) di Palembang yang diresmikan pada acara pembukaan PON XVI.

Di Bandung, kita bisa menemukan karya-karyanya, yaitu: Relief di BNI Bandung (1992), Relief di Hyatt Regency Hotel (1997), Relief di Bank Indonesia (2000), "Patung Persahabatan"di Institute Teknologi Bandung (2008).

Menurut kuator pameran, Nurdin Ichsan yang menarik dari karya Bu Rita adalah semua maket selesai dan hasil akhirnya sama, tidak berubah. Keunikan lainnya adalah keseimbangan antara karya personal dan karya publik yang dikerjakan dalam intensitas dan mencapai kualitas yang sama.

Selain pameran, di malam penganugrahan penghargaan digelar pertunjukan Ekuirium bunyi, respon bunyi terhadap 8 karya Rita Widagdo oleh dua pengajar di Program Integrated Arts Fakultas Filsafat Universitas Parahiangan (Unpar) Bandung; Fauzie Wiriadisastra sebagai komposer dan Pianis Yohannes Siem. 

(Penulis: Besti Rahulasmoro)

Share on Google Plus

About rupadankata

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar