Merebut Kedaulatan Pasar

 
Karya Foto Pameran A3 - Sumber: Besti R

 Pasar sebagai isu semakin tidak dapat dipisahkan dari perkembangan seni rupa sepanjang sejaranya. Sejarah bercerita ketika akhir 80-an, almarhum kritikus Sanento Yuliman pernah bereaksi terhadap "boom" seni lukis ketika itu. Inti dari reaksinya, konsumsi besar-besaran lukisan akan membawa dampak berkelanjutan bagi perkembangan seni rupa bisa memiskinkan banyak hal, terutama bagi perkembangan estetika.

Dari sejumlah kecemasan yang mengintai di balik dominasi pasar semacam itulah dengan semangat A3 (Asih, Asih, Asuh) yang mendorong sejumlah seniman angkatan 80-an sampai pada tahun 90-an di Bandung, mengadakan wokshop selama sebulan, Sebuah ruang yang langka ditemukan di medan seni rupa saat ini. Seniman-seniman yang terlibat pun tidak asing di kancah seni rupa di Indonesia, khususnya di Bandung. Yaitu: Agus Prasojo, Anne.N, B.Zoel, Benjamin Kosasih, Buddy Siswanto, Cipuk Setyowati, Deden Imanudin, Deden Sambas, Dodo Abdullah, Desziana, Edos, Eddy, Nenny Nurbayani, Hermanto, Edi Sugiharto, Hassan Pratama, Isa Perkasa, Ika Ismudiyahwati, Jamil, Nurdwi Subagyo, Ramat Jabaril, Rizal Sapari, Tisna Sanjaya, Tommy Dermawan, Wisnu , Yeyet Dewi Koryeti.

Dari proses workshop akhirnya berlanjut dengan pameran yang diadakan di dua tempat, yang pertama 17-22 Agustus 2010 yang lalu di galeri 212 STSI, jl Buah Batu No 212 Bandung. Dalam pameran ini sobekan-sobekan kertas berupa tulisan-tulisan, coretan-coretan gambar tertempel di dinding galeri. Foto-foto dipajang berderet memanjang, mengajak para penonton untuk mendekati dan menelusuri-nya. Di sini pengunjung pameran bisa mengetahui proses serta konsep dari tiap-tiap seniman dalam berkarya.

Pameran yang kedua 23 -26 Agustus 2010 di Sanggar Olah Seni, Jl Siliwangi No 7 Bandung yang merupakan bagian kelanjutan dari pameran selanjutnya. kali ini tak hanya konsep, tapi berbagai macam karya yang dipamerkan dari mulai lukisan, drawing, sketsa bahkan instalasi.

Ada Yang Hilang

Di lahan hijau Babakan Siliwangi pameran berlanjut ke forum diskusi 22 Agustus 2010 dengan tajuk "Tanda Pasar Seni Kontempoler - Kritik Seni" menghadirkan pembicara Amir Piliang dan Tisna Sanjaya. Pada diskusi ini Yasraf Amir Piliang memaparkan mengenai peran tanda serta kondisi yang terjadi di dalam pasar, menurutnya: "di dalam pasar terdapat ranah / tempat kompetisi dimana terjadi perebutan tanda dan persaingan tanda, yang merupakan resiko dari pasar itu sendiri."

Meminjam istilah Marx di dalam Capital, bagaimana hubungan jual-beli barang yang didasarkan pada nilai utilitas/ nilai guna, di ganggu oleh apa yang disebut "komuditas" obyek-obyek produksi tidak berhenti menjadi sekedar nilai guna itu sendiri, akan tetapi dilihat sebagai obyek yang memiliki kualitas 'mistik' tertentu. Hubungan ini yaitu hubungan antara manusia yang diasumsikan dalam bentuk imajiner, sebagai hubungan diantara benda-benda. Menurutnya fenomena pasar secara umum dan pasar yang terdapat persamaan yaitu terjadinya transaksi, baik secara ekonomi, spiritual  sosial dan budaya.

Sedangkan Tisna Sanjaya lebih banyak memaparkan mengenai biografi perjalanannya sebagai seorang seniman, anak seorang pedagang dan pengajar di sebuah institusi seni. Menurutnya ada yang hilang dari pasar sekarang. Seniman harus jeli dan cerdas dalam menyikapi situasi pasar saat ini. 

(Besti Rahulasmoro, Indoart&Lifestye edisi XXIV)

 

Share on Google Plus

About rupadankata

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar