Pameran Perdana “Tatap Rupa” Kriya dan Batik-Fashion di Taman Budaya Yogyakarta

Foto: Pengunjung Sedang Mengamati Salah Satu Karya dalam Pameran "Sangkan Paraning Dumandi"

Pameran perdana jurusan kriya dan batik-fashion angkatan 2020 ISI Yogyakarta yang diselenggarakan di Taman Budaya Yogyakarta tanggal 5 September 2022 sampai 9 September 2022 dibuka oleh Titiana Irawani dengan performance art dari Judo, Meme, dan Opay.

Seniman yang berpameran berjumlah 70 orang dengan berbagai macam karya yang unik dan menarik. Pameran yang bertemakan “Sangkan Paraning Dumandi” mengambil konsep filsafat kejawen dimana manusia merupakan pusat semesta dalam kebatinan tentang bagaimana memahami jati diri. 

Pemahaman tentang bagaimana manusia dapat menjalani hidup dengan mengetahui hakikat sejati dirinya. Seni kriya dan batik merupakan seni yang bersentuhan langsung dengan tradisi yang eksistensinya sudah ada dalam nusantara.

Berbagai macam karya yang dipamerkan mewarnai ruang pameran dengan gaya yang beragam. Banyak hal yang dapat dilihat serta dinikmati melalui berbagai  kacamata. Para seniman menekankan segi pembahanan mulai dari kain, tanah liat, logam, kayu, hingga tali untuk macrame. 

Dari segi visual pun karya-karya yang dipamerkan dapat berkomunikasi dari bentuk instalasi, lukisan batik, bentuk tiga dimensi, hingga busana. Dengan tema “Sangkan Paraning Dumandi” pengunjung dan penikmat pameran dapat berdialog dengan karya yang bersentuhan dengan jati diri para seniman.

Karya-karya yang banyak menggunakan kain seperti karya Makaila Shakira Prihutomo berjudul “Fetus” 2022, menampilkan sebuah janin berumur empat bulan di atas kanvas hitam dengan kain satin, kain kaca, kain wool, dan beberapa kain lainnya. 

Foto: "Fetus", Karya: Makaila Shakira Prihutomo

Karya yang berjudul “Irregular” 2022 oleh Lisa Septiana memamerkan busana instalasi dengan kain perca yang mewarnai gaun hingga lantai di bawah gaun tersebut. Kain yang  digunakan bermacam-macam diantaranya, kain brokat, katun, tille, katun  fleece, dan sebagainya.

Dapat terlihat bagaimana seni kriya dapat menggunakan media ruang dalam memamerkan karya-karya yang begitu beragam. Ada pula yang menggunakan keramik dalam instalasi karya Dewi Patricia berjudul “Kembali ke Langit” 2022. Lantai yang ditaburi oleh dakron serta bulatan keramik yang dipasang dengan tali bening.

Foto: "Kembali ke Langit" Karya Dewi Patrici

Tak hanya karya busana,  kain dan instalasi yang menyemarakkan pameran “Tatap Rupa”, karya yang bahan-bahannya beragam pun salah satunya karya berjudul “Menyelinap” 2022 karya Imantopo Dipo Suksmo. 

Keramik yang menusuk dari ke arah penonton di dalam frame kayu. Dari senimannya sendiri, ia mencoba membawakan sebuah gambaran tentang bagaimana individu di lingkungan akademis, keluarga, maupun pertemanan memiliki arah dan tujuannya masing-masing. Eksplorasi bahan yang mendalam akan tanah liat, seniman dengan karya “Menyelinap” ini mencoba menyatukan pembahanan yang ia teliti dengan konsep yang sudah dibangun.

Dari berbagai karya yang dipamerkan beberapa seniman yang telah diwawancarai mengatakan bahwa penekanan pada konsep gagasan tidak terlalu ditekankan. Dalam pemahaman akademis seni kriya di ISI Yogyakarta, eksplorasi pembahanan akan menghasilkan bentuk atau gaya yang dapat dipakai untuk pendalaman konsep. Sehingga keahlian teknis dan pembahanan akan mematangkan konsep yang nantinya akan diangkat dan menjadi wacana dalam pengkaryaan.

Dapat ditelaah lebih mendalam melalui persoalan visual, tema, hingga bagaimana karya yang sudah dipamerkan artinya sudah bersentuhan dengan ruang publik.

Pada dasarnya seni kriya tak hanya menekankan persoalan estetika tetapi memiliki nilai fungsinya. Seni yang dapat bersentuhan langsung dengan aktivitas masyarakat entah itu dengan busana yang dipakai, jam dari bahan keramik, kain batik yang dapat diolah kembali menjadi berbagai produk dan karya, lampu dari bahan alam, hingga memperluas perspektif dan pemahaman mengenai seni. 

Tak hanya karya-karya yang bersentuhan dengan tema budaya dan tradisi lokal, lokasi pameran yang strategis mempermudah masyarakat umum dapat menikmati dan menghidupi pameran “Tatap Rupa” ini.

Masyarakat Yogyakarta sendiri memiliki apresiasi seni yang cukup tinggi. Trend masa kini yang melibatkan kunjungan pameran, galeri, atau museum dengan berbagai tujuan seperti menunjukkan pakaian, berkencan, hingga pembentukkan tata halaman profil sosial media menjadi bentuk apresiasi dan publikasi tersendiri. 

Namun, tak dapat dipungkiri bahwa beberapa seniman memiliki kecemasan akan credit atau nama seniman dari karya yang dipublikasikan. Persoalan hak cipta bukan lagi permasalahan yang seniman harus memutar otak untuk menyelesaikannya bila karyanya memiliki ciri khas yang masyarakat di dunia seni maupun umum akui. 

“Sangkan Paraning Dumandi” dapat diaplikasikan tak hanya dalam menjalani hidup, namun dapat dilakukan pada proses kreatif dan pengkaryaan dengan bagaimana seniman menemukan jati dirinya di karya yang mereka ciptakan. Penulis: Sekararum Winihastuti.


Share on Google Plus

About rupadankata

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar